Daily Archives: 5 February 2011

Ups.. UFO Melayang-Layang di Atas Masjid Al Aqsa


Republika OnLine » Senggang » Unik

Ahad, 06 Februari 2011, 06:01 WIB
Smaller Reset Larger
dailymail.co.uk
Ups.. UFO Melayang-Layang di Atas Masjid Al Aqsa
Bola cahaya (lingkaran merah), yang diyakini sebuah UFO, melayang di atas Masjid Al Aqsa

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON – Apakah aliens di sini? Sebuah kilatan putih ‘UFO’ mengamati dari atas tempat suci Jerusalem.

Sebuah kilatan bola cahaya melayang-layang cukup lama di atas Masjid Al Aqsa. Dari rekaman video yang berhasil diambil, bola cahaya yang diyakini UFO itu terlihat berdenyut-denyut. Di atas Masjid Al Aqsa, benda itu melayang-layang seperti sedang mengamati.

Bola cahaya itu sempat melesat tinggi ke langit. Namun, bola cahaya itu kembali turun sebelum akhirnya menghilang.

Para penggemar UFO menyakini gambar rekaman bola cahaya itu menjadi bukti bahwa alien benar-benar ada. Karena, hasil rekaman tentang UFO kali ini telah difilmkan dari sudut pandang yang benar-benar berbeda. Rekaman bola cahaya di atas Masjid Al Aqsa ini sulit dibantah kebenarannya.

Rekaman itu diambil di Yerusalem pada pukul 01:00 dini hari dan telah menyebar seperti api di internet. Ini telah dilihat oleh ratusan ribu orang dan mendorong perdebatan sengit antara penggemar UFO dan skeptis.

Mantan Menteri Pertahanan penyidik UFO, Nick Paus, mengatakan kepada The Sun, “Jika ini adalah nyata, mereka adalah beberapa video yang paling luar biasa yang pernah direkam. Jika tidak, maka ini adalah tipuan yang sangat terencana dan terkoordinasi dirancang untuk menghilangkan unsur keraguan.’’

Dari cara pengambilan gambarnya, Paus mengatakan objek rekaman tersebut adalah sesuatu yang tak berawak. ‘ ‘Kami tahu tentara Israel memiliki beberapa pesawat yang sangat tinggi teknologi. Jika ini adalah salah satu, maka itu adalah salah satu bagian yang paling maju teknologinya yang diciptakan oleh manusia,’’ katanya.

Red: Didi Purwadi
Sumber: Dailymail.co.ukre

Komisi Hukum Melawan Hukum


http://www.mediaindonesia.com/read/2011/02/05/201097/70/13/Komisi-Hukum-Melawan-Hukum

Sabtu, 05 Februari 2011 00:00 WIB

KOMISI III DPR adalah komisi hukum. Namun, inilah komisi hukum yang tidak mengindahkan pimpinan KPK sebagai penegak hukum. Bahkan, juga tidak menghormati undang-undang yang memberi kewenangan hukum kepada Jaksa Agung untuk melakukan pendeponiran.

Hal itu terjadi dalam rapat dengar pendapat pada 31 Januari 2011. Komisi III menolak kehadiran pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah dengan alasan status tersangka masih melekat pada Bibit-Chandra, meski Jaksa Agung telah mendeponir perkara mereka.

Hujan interupsi yang terjadi saat itu lebih merupakan kegaduhan yang sarat dendam dan kepentingan. Rapat menolak Bibit-Chandra itu berlangsung hanya tiga hari setelah KPK menjebloskan ke dalam tahanan 19 politikus, anggota/mantan anggota DPR, terkait kasus dugaan suap cek pelawat Bank Indonesia.

Mendeponir adalah menyampingkan perkara demi kepentingan umum, yang merupakan tugas dan wewenang Jaksa Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Mendeponir perkara Bibit-Chandra dilakukan Jaksa Agung yang definitif. Jadi, itu memiliki kekuatan hukum yang kuat dan tetap.

Lagi pula, Bibit dan Chandra bukan pimpinan KPK palsu, liar, atau gadungan. Keduanya pimpinan KPK yang resmi dan sah. Keppres No 101/P/2009 yang mengangkat mereka menjadi pimpinan KPK belum pernah dicabut Presiden. Dari sudut pandang itu, Komisi III sebenarnya juga tidak mengindahkan keppres tersebut.

Komisi III DPR juga layak dinilai tidak pernah membuka Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di situ disebutkan kepemimpinan KPK bersifat kolektif. Menolak seorang saja pemimpin KPK sama artinya dengan menolak seluruh pemimpin KPK.

Begitulah, Komisi III DPR telah melawan tiga aturan hukum sekaligus. Pertama, melawan keppres yang mengangkat Bibit-Chandra. Kedua, melawan Undang-Undang Kejaksaan yang mengatur tugas dan wewenang Jaksa Agung untuk menyampingkan perkara. Ketiga, melawan Undang-Undang KPK yang mengatur pimpinan KPK bersifat kolektif. Padahal, undang-undang itu dibuat DPR dan Bibit-Chandra juga hasil seleksi DPR.

Yang tidak kalah penting untuk ditegaskan, Komisi III tidak hanya melawan hukum, tetapi juga hipokrit. Ada anggota Komisi III yang berstatus tersangka, tetapi Komisi III tidak menyuruh keluar orang itu dari rapat-rapat Komisi III.

Bahkan, sekali lagi perlu digarisbawahi, DPR pun pernah dipimpin seorang terdakwa. Semua itu telah menjadi sejarah yang sepertinya pura-pura dilupakan Komisi III.

Celakalah negeri ini bila komisi hukum di DPR berkelakuan melawan hukum, hipokrit, dan berpura-pura lupa akan sejarah sendiri.